Suatu kali saat menanti kereta di Amsterdam, penumpang lumayan padat. Ketika kereta datang, kami buru buru naik bersama penumpang lain. Dari pintu terlihat gerbong kanan sepi, sementara semua penumpang masuk gerbong kiri. Karena tak tahu kenapa gerbong kanan kosong, kamipun meniru yang lain, duduk di gerbong sebelah kiri pintu masuk. Saat masinis datang memeriksa tiket, ia memandang kami sambil menggeleng."Anda salah tempat", katanya. "Loh? Apa kami salah kereta?". "Bukan, tempat anda di gerbong sebelah kanan sana, yang kosong. Itu gerbong kelas satu sesuai tiket anda". Si masinis lalu menyuruh kami pindah. Wah, rupanya itu sebabnya semua orang masuk ke gerbong kiri. Kebanyakan warga lokal sepertinya memang memakai tiket untuk kelas dua
Lain lagi waktu kami di Swiss. Saking senangnya dengan pengalaman liburan, kami mengobrol heboh sejak masih menunggu kereta hingga saat masuk kereta. Kali ini karena sudah tahu tempat kami harus di kelas satu, kami lantas mencari gerbong yang sepi. Saat kami masuk, gerbong itu memang nyaris sunyi. Kesannya seperti masuk perpustakaan karena para penumpang yang berpenampilan terpelajar, sibuk sendiri sendiri, membaca buku, memperhatikan laptop, atau mendengarkan musik dengan headphone.
Kami mengambil tempat di pojok belakang, masih sambil ramai bercerita dengan suara biasa. Beberapa penumpang sepertinya memandangi kami, tapi saya pikir mungkin karena kami satu satunya yang perpenampilan casual a la turis. Seorang kakek di seberang depan kami beberapa kali mengangkat muka dari bukunya, mengawasi kami lalu kembali membaca. Namun setelah kereta berjalan beberapa lama, kakek itu bangun dan menghampiri kami yang tengah tertawa tawa riang. "Excuse me, could you please lower your voice?" Katanya sopan. "This is a quiet coach", katanya,sambil menunjuk stiker di dekat jendela yang bergambar tangan menutup mulut. Ia lalu menempelkan telunjuknya dimulut dan bilang "No noise please, thank you". Saya dan Em buru buru minta maaf. Beberapa saat kami terdiam. Tapi tak bertahan lama, kami kembali tertawa-tawa kecil dan berbisik-bisik mengobrol.
Kami baru tahu di kereta Eropa ada gerbong anti ribut seperti ini. Rupanya gerbong hening atau quiet coach memang termasuk hal baru. Pantas saja teman teman saya belum ada yang sempat bercerita soal ini pada saya. Di pintu masuk dan di dinding dalam gerbong seperti ini biasanya ada semacam stiker bergambar tangan menutup mulut, dan telepon disilang. Penumpang yang menggunakan telepon genggam pun umumnya keluar ke ruang depan pintu gerbong untuk bertelepon. Oooh..pantas saja gerbong itu begitu hening..
Posting Komentar
Posting Komentar