Kami tiba di stasiun Roma Termini, Roma, Italia dengan kereta TrenItalia, first class. Tiket
kereta Eurail Global Pass (http://www.eurail.com/eurail-passes/global-pass) yang kami gunakan sungguh mempermudah
perjalanan. Kemanapun kami pergi di Italia bisa menggunakan gerbong kelas
satu, cukup dengan menunjukan tiket Pass.
Tapi setiba di Roma
saya tak bisa menghubungi hotel tujuan, padahal sudah lewat jam check in hotel. Telepon genggam saya habis
batere, hingga tak bisa melihat nomor telepon dan alamat hotel. Sedangkan telepon partner jalan
sayapun habis pulsa, jadi tak bisa digunakan untuk internet.
Ketika akhirnya saya bisa menemukan telepon umum koin, tetap saja tak bisa menghubungi hotel, karena kode area yang membingungkan.
Gerbong kelas satu |
Ketika akhirnya saya bisa menemukan telepon umum koin, tetap saja tak bisa menghubungi hotel, karena kode area yang membingungkan.
Telepon umum stasiun Roma Centrale |
Untunglah pihak hotel justru menelpon saya. Tapi kuping saya langsung tegang karena suara di seberang telepon bernada kesal, seolah menahan amarah. Ibu pemilik hotel Bed and Breakfast itu minta kepastian jam berapa kami tiba di hotel, karena ia hendak segera pulang. Hotelnya memang tak punya loby 24 jam. Karena belum tahu pasti, saya bilang kami akan tiba sekitar satu jam lagi. Ternyata mencari info jalur bus butuh beberapa belas menit. Belum lagi menanti bus dan perjalanan.
Basilika Santo Petrus |
Saat kami tiba di Vatican, di depan Basilika Santo Petrus, waktu sejam sejak telepon sudah berlalu. Baru sebentar kami foto foto di depan Basilika, si ibu hotel kembali menelpon, kali ini dengan amarah yang tidak disembunyikan. Saya diultimatum, jika tak sampai hotelnya dalam 15 menit, kami akan dicoret dari daftar booking. Wah, gawat! Kemana mencari hotel pengganti di tengah malam begini? Langsung kami bergegas, mencari jalan menuju hotel. Lumayan jauh juga.
Setelah bolak balik jalan dan bertelepon tanpa hasil, bapak pemilik hotel mungkin kasihan hingga keluar mencari kami. Pantas saja terlewat, ternyata hotelnya terselip diantara pertokoan, tanpa plang atau petunjuk yang mencolok.
Setelah bolak balik jalan dan bertelepon tanpa hasil, bapak pemilik hotel mungkin kasihan hingga keluar mencari kami. Pantas saja terlewat, ternyata hotelnya terselip diantara pertokoan, tanpa plang atau petunjuk yang mencolok.
Hotel B and B ini terletak di lantai 5 salah satu gedung. Sementara lantai lain ada apartemen, hingga kami dilarang berisik. Bapak pemilik hotel agak cemberut, karena kesal menunggu kami. Sampai di dalam hotel, kami disambut ketus ibu pemilik hotel. Ia tegas tegas ingin menolak kami, karena dianggap sudah sangat terlambat dari jadwal check in. Apalagi, tak seperti umumnya di Indonesia, kamar single yang saya pesan lewat http://www.booking.com ternyata tak boleh diisi dua orang meski cukup luas.
Cukup lama saya bernegosiasi dengan si ibu hotel agar membolehkan kami menginap. Suaminya ikut mendorong si ibu agar membolehkan kami menginap sesuai booking. Tapi akhirnya kami harus membayar tambahan ongkos kamar single menjadi double. Berhubung kami sudah kelelahan, ya sudahlah, lembaran euro kami pun berpindah ke tangan si pemilik hotel.
Emak2 dimana-mana sama yaa..ga mau rugi! :)
BalasHapus